Cerita Seks Terkini Air Susu Dibalas Air Mani Hot
Bercerita Sex - Namaku Basun. Umurku 23 tahun. Tubuhku gemuk dan agak pendek. Aku tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari perkotaan. Sehari-hari aku bekerja di ladang keluargaku atau kerja serabutan lainnya. Aku tinggal hanya bersama ibuku di sebuah rumah kecil di dekat ladang kami. Bapakku pergi merantau ke luar pulau dan sampai kini tak jelas kabarnya. Sedang kakak lelakiku tinggal di kota bersama istrinya dan adik perempuanku yang menumpang disana agar bisa melanjutkan kuliah.
Ibuku sudah berumur 42 tahun. Tubuhnya agak kurus dan berkulit kuning langsat. Perutnya agak sedikit membuncit dengan payudara yang sudah agak kendor. Ibuku biasanya juga berkerja di ladang atau kadang menjual hasil ladang kami ke pasar.
Sejak dulu hubungan antara aku dan ibuku mungkin agak berbeda dengan anak-ibu yang lainnya. Jika anak lainnya sudah berhenti menyusu dengan ibunya saat berumur 1 atau 2 tahun, aku hingga saat ini masih saja menyusu dari ibuku. Saat aku masih kecil dan ada ayah dulu, sebenarnya beliau sudah melarangnya, tapi aku jadi sering menangis hingga demam.
Akhirnya ibu meneruskan untuk menyusuiku. Kakak dan adikku juga sering meledekiku ‘bayi raksasa’ karena masih saja menyusu dari ibu. Tapi kini hanya kami berdua di rumah. Aku tidak perlu khawatir lagi dengan ledekan mereka. Ibuku juga tidak keberatan menyusuiku.
Dalam sehari, aku bisa beberapa kali menyusu pada ibuku. Aku yang sekarang tidur seranjang dengan ibuku karena kasur lamaku sudah rusak biasanya minta menyusu pada ibu saat bangun tidur. Aku suka bau ibu saat baru bangun, agak masam tapi entah kenapa aku jadi sangat menyukainya. Setelah puas biasanya kami lanjut untuk siap-siap ke ladang.
Jika ibu ikut pergi ke ladang, aku juga suka minta menyusu saat makan siang. Ladang kami agak jauh dari pemukiman sehingga tidak perlu khawatir ada yang melihat. Kadang aku sudah merasa kenyang hanya dengan menyedot susu dari payudara ibuku tanpa makan nasi atau yang lainnya. Tubuh ibu yang berkeringat membuat nafsuku menyusu sangat besar, bisa sampai 30 menit aku menyusu.
Saat malam sebelum tidur, aku kembali menyusu. Ibuku selalu menurunkan dasternya sedada dan membiarkan aku menghisap payudaranya sampai aku tertidur pulas. Seringkali aku tertidur dengan pentil ibu yang masih ada di mulutku. Jika malam-malam terbangun, aku juga akan selalu menyusu pada ibuku untuk menghilangkan haus.
Entah kenapa, payudara ibu selalu mengeluarkan susu. Mungkin karena setiap hari tak pernah berhenti aku hisap. Ibu pernah beberapa kali minta aku untuk berhenti. Malu katanya, masak aku sudah besar segini masih disusui. Ibu juga bilang payudaranya jadi kendor karena jarang pakai BH. Aku memang tidak suka ibu memakai BH, karena jadi susah jika ingin netek.. Tapi ibu selalu tak sampai hati jika melihat aku ngambek, jadi beliau akhirnya selalu membolehkannya.
Aku pun rasanya tidak pernah puas menyusu dari ibuku. Tetek ibuku tidak besar, mungkin hanya 32B dan sudah kendor pula. Putingnya agak panjang (mungkin karena selalu aku sedot) dan warnanya coklat kehitaman. Rasa air susu ibuku agak tawar-tawar manis.
Pernah beberapa kali terasa agak sepat. Tapi aku selalu menyukainya. Mungkin karena masih menyusu pada ibu, walau kami tergolong keluarga miskin, tubuhku bisa gemuk dan perutku buncit. Sayangnya tidak bertambah tinggi, hehehe.
“Ah…” jerit ibuku.
“Kenapa, mak?”
“Pelan-pelan dong, Sun, neteknya. Jangan digigit pentil emak. Sakit.”
“Hehehe.. Iya, mak. Abis Basun lagi haus banget,”
“Tadi sore kan udah netek, masa masih haus, Sun?”
Aku sedang di ranjang dan menetek pada ibuku. Sudah jam 10 malam. Dan karena rumah kami memang tidak ada listrik, hanya ada penerangan dari lampu petromaks di kamar ini. Ibuku mengenakan daster batik tanpa lengan dan bagian atasnya sudah kupelorotkan ke bawah. Ibuku tidur menyamping menghadap ke arahku, membiarkan buah dadanya yang kanan kiri bergantin aku hisapi.
Aku tidur hanya pakai celana kolor saja, karena memang kamar ini agak sumpek dan pengap.Sambil menghisap tetek ibu yang sebelah kiri, aku iseng meremas-remas tetek ibu yang sebelah kanan sambil memainkan putingnya dengan jariku.
“Sun, tetek emak jangan digituin ah. Emak ngilu.”
“Hmmm.. Hmm…” Aku tidak menjawab karena mulutku masih sibuk melumat pentil susu ibu. Tapi aku tak menghentikan remasan tanganku.
Terdengar dengkur suara ibu, sepertinya dia sudah tertidur. Aku pun juga sudah kenyang menyusu. KUjauhkan mulutku dari buah dada ibu. Putingnya terlihat basah berlumuran air liurku. Mataku sebenarnya sudah mengantuk,tapi aku tidak bisa tidur.
Akhir-akhir ini entah rasanya batang zakarku selalu mengeras jika sedang netek pada ibu. Sebenarnya dari aku kecil dUlu, ini pernah terjadi. Tapi saat ini rasanya sudah berbeda. Akhirnya aku pergi ke kamar mandi di belakang, aku mau onani saja biar nafsuku ini hilang.
Saat mencari sabun di kamar mandi untuk pelicin saat onani nanti, aku tanpa sengaja menemukan celana dalam ibu di tumpukan baju yang belum dicuci. Saat kupegang, ada bagian yang agak lembab, lalu iseng saja aku cium baunya. Dan ternyata, ah… baunya sangat aneh, agak masam dan apek, tapi aku malah jadi sangat bernafsu ingin onani.
Karena sabunnya tidak ketemu, akhirnya aku beronani dengan membasahiku kontolku dengan air liurku. Aku duduk di lantai kamar mandi, mengocok kontolku dengan tangan kananku sambil menghirup aroma celana dalam ibuku yang kepegangi ke wajahku.
Rasanya begitu nikmat, apa mungkin ini yang namanya bau wanita. Rasanya ingin cepat-cepat kukeluarkan air maniku. KUpercepat kocokan di kontolku. Mataku terpejam menahan kenikmatan.
“Sun… Sun…”
Hah? Kudengar suara ibu memanggilku. Kubuka mataku dan benar saja, ibu sedang berdiri di depanku.
Sialnya aku sudah hampir orgasme dan tak tertahankan. Kontolku berkedut-kedut dan memuncratkan air mani yang begitu putih dan kental di hadapan ibu. Aku hanya bisa menatap kosong melihat cairan pejuku jatuh di dekat kaki ibu, ada juga yang mengenai kakinya.
Rasanya begitu malu dan menyesel, terlihat sedang telanjang bulat sambil onani di hadapan ibu sendiri. Sial benar, memang kamar mandi kami tidak ada tutupnya, hanya ada triplek yang menutupi pintu masuk.
“Udahan kan? Balik ke kamar sana. Emak mau pipis.”
Lalu aku berdiri dan mengambil celana kolorku tapi tak langsung kupakai, masih sambil tetap telanjang, aku berjalan keluar dari kamar mandi.
“Sun.. dibilas dulu itu peju kamu. Nanti lengket di celana.”
Duh, aku sangat malu. Akhirnya aku berbalik kembali ke kamar mandi dan mengambil segayung air lalu membilas kontolku. Setelah itu aku kembali ke kamar…
Pelan aku berjalan kembali ke ranjang. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Aku kepergok sedang onani dan mengeluarkan mani di depan ibuku sendiri. Ditambah lagi sambil menciumi celana dalamnya. Rasanya aku tak berani menatap wajah ibuku.
Lebih baik aku berpura-pura tidur saja. Kudengar suara langkah ibuku kembali dari kamar mandi. Aku pura-pura tidur sambil menghadapkan wajahku ke tembok. Ibu kembali berbaring di ranjang. Beberapa saat terasa sangat hening.
“Sun… Basun…” suara ibuku memanggil sambil menyentuh bahuku.
“Eh.. Iya, mak.” jawabku sambil membalikan badanku ke arah ibu.
“Kamu tadi abis coli ya?”
“Enggg.. Iya, mak. Maap, mak, Basun udah gak tahan.” Wajahku memanas. Rasanya begitu malu menjawab pertanyaan ibuku.
“Ga papa, Sun. Gak usah malu. Kamu kan emang udah gede. Wajar begituan.” jawab ibukku.
“I-iya, mak.”
“Tapi kok tadi emak liat kamu cium-ciumin kancut emak. Buat apaan, Sun? Udah sering begitu?”
“Eh… enggak, mak, itu… itu… iseng aja tadi. Baru pertama kok, mak.”
“Ih, kamu, Sun. Kan jorok itu. Bau.”
“Tapi baunya enak kok, mak. Basun seneng baunya.” aku keceplosan.
“Ih… kamu aneh, masa bau kancut emak dibilang enak. Ya udah ga papa. Kamu gak usah malu sama emak. Emak ngerti kok. Nah kalau kamu emang demen cium-ciumin kancut emak ya udah ga papa. Nanti emak pisahin di ember. Tapi inget, jangan sampe kena peju kamu, Sun. Ntar kotor.”
“I-iya, mak. Makasih ya, mak.” Perasaanku jadi sedikit lega. “Mak, Basun boleh netek lagi gak, mak? Haus nih.” sambungku.
“Kamu itu, Sun… gak ada puasnya netek sama emak. Ya udah nih,” jawab ibuku sambil menurunkan dasternya sampai ke perut.
Kupandangi puting susu ibuku yang panjang dan keliatannya tegang. Kujilat-jilat beberapa kali dan selanjutnya kusedot sampai mengeluarkan susu. Tanganku meremas payudara ibu yang satunya lagi. Ibuku sudah tidak keberatan. Kulihat ibu memejamkan mata, mungkin masih mengantuk. Akhirnya aku menyusu sampai tertidur.
Pagi hari saat bangun, ibu sudah tidak ada di sebelahku. Mungkin sudah mandi. Yang ada hanya sebuah celana dalam warna krem yang sudah agak tipis. Kuambil celana dalam tersebut dan kucium baunya. Ini sama seperti celana dalam ibu yang kucium semalam. Berarti ini punya ibu.
Lalu ibu masuk ke kamar hanya mengenakan handuk yang menutupi badannya. “Udah bangun, Sun?”
“Eh… iya, mak.” jawabku kaget karena aku masih memegang celana dalam ibuku.
“Itu kancut yang abis emak pakai semalem. Terserah kalau kamu mau cium-ciumin. Emak gak ke kebun ya, mau bantu-bantu Bu RT, lagi mau ada hajatan.”
“Iya, mak. Ma-Makasih, mak.”
“Ya udah, buruan mandi sana. Udah siang, ntar panas di kebun.”
Lalu aku segera bangkit ke kamar mandi. Kucium-ciumi celana dalam ibuku ini. Wanginya langsung membuat birahiku naik dan kontolku mengeras. Celana dalam ini baru saja menempel di kemaluan ibuku. Baunya masih sangat fresh.
Bahkan aku lihat agak sedikit basah di bagian depannya. Apa ibuku pipis sedikit di celana dalam ini? Ah, aku sudah tak tahan. Langsung saja kambil sabun, kubasahi dengan air lalu kukocok kontolku dengan cepat. Kucium terus celana dalam ibuku. Aku ingin menghirup semua baunya sampai habis.
Dan tanpa sadar aku sudah menjilati celana dalam tersebut sampai basah dengan air liurku. Kubayangkan kalau yang sedang kujilat ini adalah memek ibuku. Rasanya aku sudah hampir orgasme, lalu kupakai celana dalam itu untuk mengocok kontolku. Sampai akhirnya…
“Ahh… ahh…” Kukeluarkan semua airmaniku di celana dalam ibuku. Celana dalam itu sudah sangat basah oleh air liur dan maniku. Ah, ibu pasti marah karena semalam dia bilang jangan sampai kena air maniku. Tapi sudahlah, emak pasti mengerti. Kutaruh celana dalam tersebut ke ember cucian lalu aku lanjut mandi dan segera berangkat ke kebun.
Sudah semingguan ini ibuku selalu memberikan celana dalam yang dia habis pakai kepadaku tiap pagi dan sore. Ibuku biasanya meletakkan celana dalamnya yang baru dipakai di samping kasur. Pernah malah sekali saat di kamar, ibuku melepaskan celana dalamnya dan langsung memberikannya kepadaku.
Tapi aku tidak bisa melihat kemaluan ibuku karena dia memakai daster yang panjang saat itu. Dan karena itu aku jadi beronani hingga beberapa kali dalam sehari. Aku sangat terangsang dengan aroma yang tertinggal di celana dalam ibuku. Apalagi jika ada cairan-cairan yang tertinggal.
Awalnya ibukku sempat marah karena air maniku selalu membasahi celana dalamnya yang kupakai untuk mengocok kontolku. Tapi lama-lama ibuku sudah tidak masalah lagu.
Dan dua hari kemarin, ibuku pulang dari pasar dan membelikanku minyak bulus. Kata ibuku ukuran kontolku agak kecil, jadi aku disuruh untuk menggunakan minyak itu saat onani sambil diurut-urutkan ke batang zakarku. Mungkin ibuku melihat kontolku saat aku kepergok sedang onani dulu. Ukuran kontolku memang agak kecil, apalagi ditambah dengan perutku yang gendut. Duh, aku jadi malu. Tapi sekaligus bahagia karena ibu sangat memperhatikanku.
Malam ini seperti biasanya aku dan ibuku sudah di ranjang. Tapi aku sudah kembung karena tadi sore sepulang dari ladang aku sudah netek sampai hampir 1 jam, jadi kami hanya mengobrolkan hal-hal yang kami alami hari itu.
“Sun, Emak lihat kamu dalam sehari bisa 2 sampe 3 kali coli. Emang gak lemes badan kamu?”
“Eh, enggak, mak. Abis kalo ditahan-tahan malah jadi sakit, mak. Nyeri gitu burung Basun.”
“Ah, dasar kamu. Ya udah, besok emak beliin telur ayam kampung sama madu deh di pasar. Biar badan kamu tetep seger.”
“Iya, boleh, mak. Makasih, mak.”
“Oh iya, gimana minyak bulusnya, udah ada hasilnya?” tanya ibuku
“Eng… belum keliatan, mak. Cuma emang burung basun jadi lebih keras kalo lagi berdiri.”
“Kamu ngurutnya gak bener kali, Sun.”
“Basun biasanya sih urut-urut biasa aja, mak.”
“Ya udah sini, coba emak liat burung kamu. Sekalian emak contohin ngurutnya. Dulu burung bapak kamu juga kecil. Tapi emak urutin pake itu minyak jadi gede.”
“Ngg… nggak usah, mak.” aku sangat kaget. Ibuku mau lihat dan memijat kontolku?
“Kenapa emang, Sun? Kamu malu sama emak? Enggak usah malu, Sun. Emak kan ngurusin kamu dari kecil. Masa malu? Lagian emak juga udah pernah liat punya kamu kan.”
Aku melihat wajah ibuku. Matanya memandang ke arahku dengan tajam.
“Ya udah deh, mak.” kataku pada akhirnya.
Aku perlahan mulai menurunkan celana kolorku dalam keadaan berbaring. Sebenernya aku agak canggung karena sedari tadi Burungku sudah berdiri. Begitu diturunkan, kontolku langsung mengacung tegak keluar dari celana kolorku.
Memang tidak panjang, hanya sekitar 13 cm. Tapi kontolku cukup tebal diameternya dan kali ini ereksinya sangat kuat. Ada sedikit cairan bening yang sudah keluar di ujung kontolku. Aku lihat wajah ibuku. Dia sempat seperti menelan ludah dan memandang kontolku dengan serius.
“Udah nih, mak.” suaraku memecah kesunyian diantara kami.
“Eh, iya. Minyaknya mana, Sun?”
“Itu, mak, di atas meja.”
Emakku langsung mengambil minyak dan kembali ke ranjang. Aku mengambil posisi duduk agar lebih nyaman. Ibuku mengambil posisi duduk di sampingku.
“Kok ini burung kamu udah berdiri aja sih, Sun? Mikiran apa hayoo.” canda ibuku sambil menuangkan minyak bulus ke tangannya.
“Enggak tau nih, mak. Tiba-tiba aja bediri gini.”
“Ya udah, emak urutin ya.” ucap ibuku sambil menuangkan minyak itu ke kepala kontolku.
Kemudian… Ah, Ibuku tiba-tiba saja langsung menggenggam kontolku dengan kedua tangannya. Tangan kirinya kemudian meremas-remas ujung atas sampai kepala kontolku, sedangkan tangan kanannya meremas dasar kontolku. Pijatannya agak keras.
Kedua tangannya berganti-gantian turun naik di sepanjang batang zakarku. Saat memegang kepala kontolku, ujung jempol tangan ibuku memijat lubang kencingku dan mengurut bagian sensitif yang ada di bawahnya.
“Hemm… hemm… ahh…” hanya itu yang keluar dari mulutku sambil diiringi nafasku yang berat.
“Gimana, Sun, enak kan? Gini cara mijet yang bener biar burung kamu jadi tambah gede.”
“Iya, mak. Enak, mak.” Mataku sampai merem melek saking nikmatnya.
Ibuku terus mengulangi gerakan pijatannya. Lalu kemudian tangan kanan emak turun dan meremas buah zakarku. Seketika itu juga rasanya air maniku ingin segera keluar. Pijatan ibu di biji zakarku langsung membuatku orgasme.
“Mak… udah, maak.” ucapku dengan suara yang bergetar mencoba menahan agar maniku tidak keluar.
“Keluarin aja, Sun. Ga papa kalo gak tahan.” Sepertinya ibuku tahu kalau aku akan orgasme.
“Aaaah…” Badanku menggelinjang. Bergetar-getar kuat. Kontolku berkedut-kedut dan memuncratkan air maniku yang cukup banyak. Muncratan pertamaku malah sampai mengenai daster ibuku di bagian dada. Sisanya lumer membasahi kedua tangan ibuku.
Kontolku masih berkedut-kedut merasakan kenikmatan orgasme barusan. Dan tangan ibuku juga masih meremas dan memijat kontolku yang sudah mulai layu. Kali ini minyak bulus sudah bercampur dengan air maniku sehingga membuat tangan ibuku jadi terasa makin licin.
“Peju kamu banyak bener ini, Sun. Tuh sampe kena daster emak, berceceran juga ini di seprei kasur.” ucap ibuku sambil melepaskan pijatannya dari batang zakarku.
“Iya, mak. Abis pijetan emak enak bener.” jawabku malu-malu.
“Ya udah. Emak mau cuci tangan dulu. Itu biarin aja dulu burung kamu biar minyaknya meresep. Jangan pake celana dulu.” Lalu ibuku pergi ke kamar mandi.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Aku baru saja dibantu onani oleh ibuku sendiri. Rasanya aku masih bisa merasakan kehangatan pijatan kedua tangannya di batang zakarku. Kontolku sudah menciut. Dan campuran minyak dengan mani membuatnya sangat lengket. Tapi entah kenapa, rasanya gairahku belum tuntas.
Emak kemudian kembali dari kamar mandi. Tangannya sudah dicuci, tapi sepertinya dia lupa dengan cipratan maniku yang mengenai dasternya. Aku masih bisa melihat tetesan maniku di bagian daster dadanya. Emak kemudian berbaring di sampingku.
“Lelaki itu harus bisa muasin bininya nanti, Sun. Jadi kamu harus rutin ngurut burung kamu biar cepet gede.”
“I-iya, mak. Tapi, mak, kayaknya Basun gak bisa mijet sendiri kayak gitu. Emak mau kan mijitin Basun lagi nanti?”
“Ya udah, Sun. Tapi besok-besok kalo mau keluar kamu tahan dulu ya. Biar gak muncrat-muncrat kayak tadi. Nanti emak bawain kain lap buat nampung peju kamu.”
“Iya, mak. Oya, mak… Basun mau netek lagi, mak. Jadi haus abis ngeluarin tadi.”
“Ya udah sini.” Emak langsung menurunkan daster bagian lehernya dan menggelontorkan payudaranya yang sebelah kiri. “Isepnya yang pelan-pelan aja ya, Sun. Emak udah ngantuk, mau tidur.”
Aku langsung saja menyambut putingnya yang tegak dengan bibirku. Kujilat-jilat dan kumainkan dengan lidahku. Ibuku seperti berdehem dan memejamkan kedua matanya. Lalu kuhisap putingnya kuat-kuat sampai susunya muncrat membasahi kerongkonganku. Rasanya begitu nikmat. Gurih dan segar. Badanku yang lemas sehabis orgasme tadi jadi segar kembali. Bahkan kontolku jadi kembali ereksi.
Payudara kirinya terus kuhisapi sambil tanganku meremas payudaranya yang kanan yang masih berlapis daster. Sepertinya hisapanku terlalu kuat hingga ibuku jadi terbangun dari tidurnya.
“Eeeeh… pelan-pelan, Sun…”
Tapi aku tidak menghiraukannya. Aku sangat bergairah mencumbui payudara ibuku. Rasanya ingin kusedot hingga susu di payudara ibuku habis. Dan tanpa sengaja, kontolku yang sudah ereksi menyenggol tangan ibuku. Ibuku langsung refleks melihat ke arah kontolku yang tepat berada di telapak tangannya.
“Kok bangun lagi ini, Sun. Belum keluar semua emang?”
“Iya nih, mak.. Boleh lagi gak, mak? Basun kepengen keluar lagi.”
Tanpa menjawab apa-apa, ibuku langsung mengenggam batang zakarku dengan satu tangannya dan mulai mengocoknya naik-turun. Untung masih ada sisa-sisa minyak dan air mani tadi sehingga masih terasa licin. Emak menaik-turunkan genggaman tangannya sambil jempolnya memijat-mijat lembut ujung kontolku. Sesekali dengan gerakan memutar.
Aku yang semakin bernafsu makin buas menyantap payudara ibuku. Kutarik belahan dasternya hingga terdengar sedikit suara sobekan kain. Lalu ketarik keluar payudara kanannya. Kumainkan putingnya dengan telunjuk dan jempolku. Kuputar-putar sambil sesekali kucubit pelan. Lalu aku dorong putingnya ke arah dalam. Air susu ibuku mulai menetes dari putingnya yang kumainkan. Mulutku juga terus menyedot susu ibuku sambil sesekali menggigit putingnya.
Ibuku makin mempercepat kocokannya. Terdengar ibuku seperti merintih, mungkin karena payudaranya kumainkan. Tapi karena keasyikan bermain dengan payudaranya, aku jadi lengah dengan pertahanan maniku. Kantong zakarku sudah berkedut-kedut ingin mengeluarkan air mani lagi. Dengan refleks, kumajukan punggungku sampai ujung kontolku menekan paha ibuku lalu kumuncratkan semua air maniku.
“Crut… crut… cruut…” Kali ini air maniku tidak sebanyak yang tadi. Keluarnya juga tidak memuncrat karena kutekan ke paha ibuku.
Ibuku lalu melepaskan tangannya dari kontolku dan menyentuh pahanya yang terkena air maniku. Ia mengusap air maniku yang lengket di tangannya. “Ih, Basun… jorok ah kamu. Kan jadi kotor nih,” ucap ibuku.
“Maaf, mak. Basun refleks.” ucapku malu. Aku tidak berani menatap wajah ibuku.
“Ya udah, kan udah puas. Emak mau tidur ya. Kamu juga langsung tidur, nanti kesiangan.” Ibuku langsung membalikan badannya sehingga memunggungiku. Dia tidak membersihkan air maniku yang berceceran di pahanya. Mungkin dia sudah sangat mengantuk.
Aku pun terbaring lemas. Dua kali aku keluar di tangan ibuku. Ditambah kenyang sekali sambil menyusu tadi. Zakarku mulai menciut. Aku pun sudah mengantuk. Aku tertidur tanpa memakai apapun. Sejuk sekali rasanya kontolku. Kupejamkan kedua mataku. Rasanya ada perasaan sangat lega. Aku tak sabar menunggu esok hari. Menunggu pijatan ibuku di batang zakarku.
Atau…. mungkin lebih dari itu…
Sudah semingguan ini tiap malam batang zakarku selalu diurut minyak bulus oleh ibuku. Kami selalu melakukannya di atas kasur saat malam hari menjelang tidur. Sambil aku menyusu pada ibuku, tangan ibuku dengan telaten menguruti kontolku sampai aku orgasme.
Dalam semalam, aku bisa sampai 1-2 kali keluar saat diurut ibuku. Kadang air maniku keluar di tangan ibu atau terkadang sengaja aku tempelkan kontolku pada paha ibuku agar keluar disana. Karena itu rasanya ranjang tidur kami berbau masam karena air maniku yang sering berceceran di kasur.
Oya, sepertinya minyak bulus ini cukup berkhasiat, rasanya beberapa hari ini kontolku sudah sedikit bertambah panjang, sekitar 2 cm. Dan terasa bertambah keras saat ereksi. Dan juga bulu-bulu kemaluanku menjadi semakin lebat hingga mulai naik ke arah perut. Mungkin selain khasiat dari minyak bulus, ini juga hasil dari pijatan tangan ibuku yang penuh kasih sayang.
Malam ini seperti biasa aku dan ibuku sudah berbaring di ranjang. Ibu belum mengganti seprai kasur ini beberapa hari, sehingga bau spremaku sangat tercium jelas. Hal ini membuat nafsuku langsung naik dan ingin segera minta diuruti lagi oleh ibuku. Aku sudah telanjang dan emak hanya memakai daster pendek yang bagian dadanya sudah aku turunkan agar bisa menyusu.
“Mak, urutin burung Basun sambil Basun netek ya.” ucapku sambil memberikan minyak bulus ke ibuku.
“Ya udah sini, emak urutin.”
Aku langsung melahap payudara ibuku dan dia mulai mengusap-usap kontolku dengan minyak bulus. Mungkin karena hari ini aku terlalu lelah bekerja di ladang, baru sebentar saja hampir aku ejakulasi. Langsung kujauhkan pinggulku dari ibuku hingga tangannya lepas dari kontolku.
“Kenapa, Sun?” Ibuku sepertinya agak kaget.
“Enggak papa, mak. Gak tahu nih, baru bentar udah mau keluar tadi.” jawabku malu.
“Kamu kecapekan kali, Sun. Ya udah, netek dulu aja sini. Ntar klo udah segeran, emak urutin lagi.”
Aku langsung mendekati lagi ibuku dan mulai menyusu. Lama-kelamaan ternyata kontolku keras lagi. Dengan perlahan kumajukan pinggulku hingga ujung kontolku mengenai paha ibuku yang dilapisi daster. Dengan perlahan kugesek-gesek kontolku ke paha ibuku, kucoba menggeser bagian daster yang menutupi pahanya hingga kini kepala kontolku bisa langsung bergesekan dengan paha ibuku.
“Udah mau diurut lagi, Sun?” tanya ibuku.
“Gini aja dulu, mak.” jawabku sambi masih asyik menggesek-gesekkan kontolku.
Ibuku hanya diam saja.
“Mak, dasternya lepas aja ya. Takut entar kena peju Basun. Kesian emak nyuci mulu.”
“Ih, enggak ah, Sun. Masak emak telanjang di depan kamu.”
Aku langsung menghentikan gesekan kontolku. Dan mengambil posisi duduk.
“Kenapa, Emak malu? Basun tiap malem telanjang gak apa-apa. Emak sendiri yang bilang gak usah malu.” ucapku agak marah.
“Tapi, Sun…”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, aku langsung membuang muka dari ibuku.
“Ya udah kalo Basun mau emak buka daster.” ucap ibuku tiba-tiba.
Kulirik sedikit ibuku. Perlahan dia melepaskan dasternya melalui bagian atas lehernya. Sekarang ibuku hanya mengenakan celana dalam saja. Kupandangi seluruh tubuhnya. Walaupun sebenernya aku sudah sering melihat ibuku telanjang saat aku mengintipnya mandi, tapi ini rasanya berbeda. Ibuku hanya mengenakan celana dalam tepat di depan mataku.
Kulihat perut ibuku, sudah agak buncit dan bergelambir. Lalu kuturunkan pandanganku. Ibuku memakai celana dalam berwarna krem. Mungkin karen sudah terlalu lama dipakai dan sering dicuci, celana dalam itu jadi terlihat tipis. Aku bisa melihat samar-sama bulu kemaluan emak yang menutupi memeknya.
Ya, bulu kemaluan ibuku ternyata sangat lebat dan hitam. Mungkin ibuku tidak pernah mencukurnya. Bahkan dari bagian samping-samping pangkal pahanya, ada bulu-bulu yang menyempil keluar dari celana dalamnya.
Kubaringkan tubuhku perlahan lalu kujamahi lagi payudara ibuku sambil mulai menggesek-gesekkan kembail kontolku di pahanya. Tangan kananku kupelukkan ke perut ibuku. Sambil menghisap payudara ibuku kuat-kuat, kunaik-turunkan badanku. Paha ibuku sudah mulai agak licin karena pre-cum yang keluar dari kontolku. Kugesek-gesekan kontolku dengan kuat.
Kulihat ibuku hanya memejamkan kedua matanya. Aku rasa dia juga menikmatinya. Saat rasa-rasanya air maniku sudah mau keluar, kuhentikan gesekanku. Aku tidak mau orgasme dulu. Aku mau sesuatu yang lebih malam ini.
“Mak… Basun boleh cium memek emak gak?” ucapku sambil mengelus payudara ibuku.
Ibuku membuka matanya. “Ih, kok kamu aneh-aneh aja, Sun. Gak boleh ah. Jijik.”
“Tapi Basun pengen cium baunya, Mak. Basun kangen baunya.”
“Kan tadi sore emak udah kasih kancut emak ke kamu. Ciumin itu aja gih.”
“Ah bosen, mak. Basun mau langsung cium dari sumbernya,”
Ibuku terdiam sambil menatap dalam kepadaku. “Gini aja ya, Sun…” Emak kemudian kulihat memasukkan tangannya ke balik celana dalam melalui atas. Beberapa saat dia menggesek-gesekkan tangannya disana. Lalu dia keluarkan tangannya dan mengarahkannya ke wajahku.
“Cium ini aja ya, Sun. Emak abis masukin ke memek emak. Baunya nempel disini.” Ibuku menonjolkan jari tengah dan telunjuknya sehingga seperti membentuk posisi tangan “peace”. Kulihat kedua jarinya itu basah. Seperti ada lendir yang melapisinya.
Kudekatkan hidungku. Ahh… baunya sangat nikmat. Baunya sama seperti celana dalamnya yang sering kucium, tapi ini baunya lebih kuat menyengat, lebih fresh. Kupegang tangan emak itu lalu kutempelan sangat dekat ke hidungku. Kuhirup aromanya kuat-kuat.
Dan refleks, kujilati lalu kumasukan kedua jari ibuku itu ke mulutku. Kujilati semua lendir yang ada di jarinya lalu kuhisap kuat-kuat. Ibuku sempat hampir mau menarik tangannya, tapi genggaman tanganku lebih kuat sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah puas, kukeluarkan jari ibuku dari mulut.
“Ih, Basun… kok dijilat-jilat? Jijik banget, Sun.” ucap ibuku sambil melihat kedua jarinya yang kini berlumuran air liurku.
“Abis enak banget, mak, baunya. Lagi dong, mak. Gesekin di memek emak yang lamaan dikit biar lendirnya banyakan.”
“Ih, kamu itu, Sun. Dasar anak aneh.”
Ibuku kembali memasukkan jarinya ke balik celana dalam. Dia gesek-gesek agak lama lalu dia berikan lagi kepadaku. Kali ini memang sepertinya lebih banyak cairan yang menempel di jarinya. Lalu kulahap lagi seperti tadi. Lalu terpikir sesuatu olehku, aku ingin mencoba lebih jauh.
“Mak, pakai jari Basun aja ya?”
Ibuku hanya diam memandangiku. Lalu tiba-tiba dia memegang telunjuk tangan kananku dan mengarahkan ke celana dalamnya. Aku menurut saja sambil terdiam. Kemudian jariku dimasukkan ke celana dalamnya. Aku bisa merasakan bulu jembut ibuku yang agak kasar dan lebat itu.
“Pelan-pelan ya, Sun,” ucap ibuku tiba-tiba.
Lalu dia mengarahkan telunjukku mengenai sesuatu yang agak basah dan lembab. Kemudian ditekan perlahan hingga jariku serasa dijepit oleh kulit yang basah dan berlendir. Ah.. jariku sepertinya sudah masuk ke memek ibuku. Lalu jariku dibuat melakukan gerakan mendorong lebih ke dalam memeknya. Seluruh telunjukku sekarang sudah masuk. Rasanya begitu lembab dan berlendir. Jariku rasanya juga seperti dipijat-pijat oleh gerakan otot memeknya yang dibuat seperti mengempot-empot.
“Udah masuk tuh, Sun.”
Kulihat wajah ibuku. Nafasnya terengah-engah. Matanya agak menyipit. Wajahnya berkeringat. Kuelap keringat di dahi ibuku dengan tanganku yang satunya lagi.
“Biarin di dalem dulu ya, mak.” ucapku. Perlahan kumaju-mundurkan telunjukku di dalam liang memeknya. Kubengkokkan telunjukku hingga seperti posisi ingin mencongkel sesuatu.
“Ehmmm… Mmmmm…” Hanya itu yang keluar dari mulut ibuku.
Tanpa menanyainya lagi, perlahan kuselipkan juga jari tengahku ke memeknya. Memeknya sudah sangat basah sehingga jariku bisa masuk dengan sangat mudah. Kumaju-mundurkan sambil kucongkel-congkel memek ibuku. Ibuku sepertinya keenakan karena terus mengoyang-goyangkan kedua pangkal pahanya. Karena gerakannya itu, celana dalamnya sekarang sudah turun ke arah pahanya. Hingga kini aku bisa melihat memek ibuku dengan sangat jelas.
Kuambil posisi berlutut di depan memek ibuku. Sambil tetap menusuk-nusuknya dengan jari, kuperhatikan memeknya. Kusibakkan bulu jembutnya yang lebat hingga kini aku bisa melihat bibir memek ibuku. Memek itu sudah agak bergelambir dan bibir memeknya juga sudah menyembul keluar. Warnanya agak coklat kehitaman. Wajarlah, ibuku sudah tiga kali melahirkan dan umurnya juga sudah kepala empat. Mungkin memek ibuku juga dulu sudah sangat sering dihajar oleh bapakku.
Kulihat ibuku terus menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya seperti sedang menahan kenikmatan. Kini tangan ibuku memelintir kedua puting susunya sendiri. Kupercepat gerakan jariku di liang memeknya. Kontolku juga sudah sangat keras. Sekalian onani aja ah, pikirku.
Tanganku yang satunya lagi akhirnya mengocok-ngocok sendiri kontolku. Ibuku hanya pasrah saja melihatnya. Kedua tangan terus-menerus mengocok, yang satu di memek ibuku dan yang satu lagi di batang kontolku.
“Sun.. Sun.. udah, Sun.. Emak udah gak kuat..” tiba-tiba ibuku meracau. Tangannya berusaha menghentikan gerakanku di memeknya, tapi tenaganya kurang kuat.
Kumaju-mundurkan jariku lebih cepat. Tiba-tiba jariku rasanya dijepit sangat kuat oleh memek ibuku, lalu terasa seperti disiram cairan dari dalam memeknya. Tubuh ibuku mengejang-ngejang dan matanya terpejam. Sepertinya ibuku sudah orgasme.
Beberapa saat kubiarkan jariku tetap disana sambil merasakan sisa-sisa kedutan dari memek ibuku. Tubuh ibuku sudah tenang dan sepertinya terkulai lemas. Kukeluarkan jariku dari memeknya. Banyak sekali cairan yang ikut di jariku. Cairannya sangat lengket, kental dan berlendir, tapi warnanya agak bening.
Kuoleskan cairan ibuku itu ke kontolku sambil tetap mengocok-ngocoknya. Kumasukkan lagi jariku ke memek ibu hanya untuk mengambil cairannya kembali lalu kugosokkan lagi ke kontolku. Ibuku hanya bisa melihatnya pasrah.
Setelah beberapa kali, kini batang zakarku sudah basah oleh cairan mani ibuku sendiri. Kukocok-kocok kontolku dengan kuat dengan menggunakan tangan kananku, sambil tangannku yang kiri memijat biji zakarku. Karena cairan ibuku, kontolku rasanya jadi sangat licin dan enak mengocoknya.
Saat hampir orgasme, kuremas kantong zakarku kuat-kuat lalu kutekan kepala kontolku. Aaah… cairan maniku muncrat sangat kuat. Sangat banyak dan sangat kental. Muncratan pertama agak jauh dan mengenai payudara kanan ibuku. Selanjutnya muncrat banyak di perut ibuku, lalu sisanya menetes di memek ibuku.
Memek ibuku jadi sangat berantakan. Bulu-bulu jembutnya jadi sangat basah oleh cairannya sendiri dan tetesan-tetesan air maniku. Ibuku lalu mengusap-usap spermaku yang jatuh di dada dan perutnya, seperti ingin meratakannya untuk melapisi seluruh kulit tubuhnya.
Nafasku masih terengah-engah karena orgasme tadi. Orgasme yang sangat kuat tapi batang zakarku masih lumayan tegak.
“Mak, Basun boleh…”
“Jangan, Sun. Gak boleh begituan sama emak sendiri.” potong emakku. Kemudian dia merapatkan pangkal pahanya dan menutupi memeknya dengan telapak tangannya. “Udah ya, Sun… Jangan lebih dari ini.” Ibuku memohon.
Sebenernya nafsu sudah sangat di ujung. Aku ingin sekali menyetubuhi ibuku malam ini. Aku ingin merasakan kontolku dijepit dan diempot-empot oleh memek ibuku. Tapi aku juga tidak tega melihat ibuku. Kulihat di ujung matanya ada airmata yang jatuh. Wajahnya terlihat sedih dan lemas.
“I-iya, mak… Maaf, Basun khilaf.” Lalu aku bergeser ke samping ibuku.
“Gak apa-apa, Sun. Emak juga khilaf tadi.” jawab ibuku sambil mengenakan kembali dasternya lalu kembali berbaring di sampingku.
“Mak gak marah kan?”
“Enggak, Sun… tapi emak mohon kamu jangan berpikiran macem-macem ya ke emak. Kita udah dosa melakukan beginian. Jangan sampe kebablasan kamu mau begituan sama emak.”
“Iya, mak… Basun gak bakal mikir gitu lagi. Tapi kalo kayak tadi lagi boleh gak, mak?”
Ibuku terdiam.
“Basun mau bikin enak emak pake tangan Basun. Masa Basun mulu yang dibikin enak sama emak. Basun tau emak udah lama gak ketemu bapak. Emak tadi enak kan Basun kocokin memeknya?”
“Ih, kamu ini… sok tahu, masih kecil.”
“Basun udah umur 24, mak. Basun udah ngerti kok,”
“Ya udah… kalo Basun mau gitu lagi boleh deh. Tapi pake tangan aja ya. Emak enak juga kok Basun gituin tadi.”
“Nah, bener kan, mak. Jadi emak bisa bikin puas Basun, Basuk juga bisa bikin puas emak.”
“Ah, kamu ini.. Ya udah, sini burung kamu, mau diurutin gak?”
“Mau dong, mak… mumpung masih ngaceng nih, mak, hehehe.” jawabku cengengesan.
“Sun, Sun… dasar anak nakal.”
Akhirnya malam itu batang zakarku diurut emak lagi dan ejakulasi untuk yang kedua kalinya. Setelah itu kami berdua langsung tertidur lelap. Mungkin kecapekan karena saling memuaskan dengan tangan tadi.
Kini hubunganku dengan ibuku sudah semakin jauh. Yah, meski ibuku menolak untuk aku setubuhi tadi, tapi aku rasa aku bisa membawa keintiman tubuh kami ke tahap yang lebih tinggi. Tubuh ibu dan anaknya sendiri yang kini setiap malam tidur seranjang telanjang dan saling memuaskan kemaluan masing-masing dengan tangan.
Naluriku masih buas. Nafsuku belum tuntas hanya dengan ini… Aku ingin lebih dari ini, mak…Aku terbaring lemas di ranjang tidur ini. Pikiranku melayang-layang. Disampingku terdengar suara dengkur ibuku yang sedang tertidur. Tertidur pulas dengan daster putih tipis yang terbuka bagian atasnya. Menampakan buah dadanya yang berlapis air liur. Buah dada yang baru saja habis aku cumbui.
Namaku Basun. Umurku 23 tahun. Tubuhku gemuk dan agak pendek. Aku tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari perkotaan. Sehari-hari aku bekerja di ladang keluargaku atau kerja serabutan lainnya. Aku tinggal hanya bersama ibuku di sebuah rumah kecil di dekat ladang kami. Bapakku pergi merantau ke luar pulau dan sampai kini tak jelas kabarnya. Sedang kakak lelakiku tinggal di kota bersama istrinya dan adik perempuanku yang menumpang disana agar bisa melanjutkan kuliah.
Ibuku sudah berumur 42 tahun. Tubuhnya agak kurus dan berkulit kuning langsat. Perutnya agak sedikit membuncit dengan payudara yang sudah agak kendor. Ibuku biasanya juga berkerja di ladang atau kadang menjual hasil ladang kami ke pasar.
Sejak dulu hubungan antara aku dan ibuku mungkin agak berbeda dengan anak-ibu yang lainnya. Jika anak lainnya sudah berhenti menyusu dengan ibunya saat berumur 1 atau 2 tahun, aku hingga saat ini masih saja menyusu dari ibuku. Saat aku masih kecil dan ada ayah dulu, sebenarnya beliau sudah melarangnya, tapi aku jadi sering menangis hingga demam.
Akhirnya ibu meneruskan untuk menyusuiku. Kakak dan adikku juga sering meledekiku ‘bayi raksasa’ karena masih saja menyusu dari ibu. Tapi kini hanya kami berdua di rumah. Aku tidak perlu khawatir lagi dengan ledekan mereka. Ibuku juga tidak keberatan menyusuiku.
Dalam sehari, aku bisa beberapa kali menyusu pada ibuku. Aku yang sekarang tidur seranjang dengan ibuku karena kasur lamaku sudah rusak biasanya minta menyusu pada ibu saat bangun tidur. Aku suka bau ibu saat baru bangun, agak masam tapi entah kenapa aku jadi sangat menyukainya. Setelah puas biasanya kami lanjut untuk siap-siap ke ladang.
Jika ibu ikut pergi ke ladang, aku juga suka minta menyusu saat makan siang. Ladang kami agak jauh dari pemukiman sehingga tidak perlu khawatir ada yang melihat. Kadang aku sudah merasa kenyang hanya dengan menyedot susu dari payudara ibuku tanpa makan nasi atau yang lainnya. Tubuh ibu yang berkeringat membuat nafsuku menyusu sangat besar, bisa sampai 30 menit aku menyusu.
Saat malam sebelum tidur, aku kembali menyusu. Ibuku selalu menurunkan dasternya sedada dan membiarkan aku menghisap payudaranya sampai aku tertidur pulas. Seringkali aku tertidur dengan pentil ibu yang masih ada di mulutku. Jika malam-malam terbangun, aku juga akan selalu menyusu pada ibuku untuk menghilangkan haus.
Entah kenapa, payudara ibu selalu mengeluarkan susu. Mungkin karena setiap hari tak pernah berhenti aku hisap. Ibu pernah beberapa kali minta aku untuk berhenti. Malu katanya, masak aku sudah besar segini masih disusui. Ibu juga bilang payudaranya jadi kendor karena jarang pakai BH. Aku memang tidak suka ibu memakai BH, karena jadi susah jika ingin netek.. Tapi ibu selalu tak sampai hati jika melihat aku ngambek, jadi beliau akhirnya selalu membolehkannya.
Aku pun rasanya tidak pernah puas menyusu dari ibuku. Tetek ibuku tidak besar, mungkin hanya 32B dan sudah kendor pula. Putingnya agak panjang (mungkin karena selalu aku sedot) dan warnanya coklat kehitaman. Rasa air susu ibuku agak tawar-tawar manis.
Pernah beberapa kali terasa agak sepat. Tapi aku selalu menyukainya. Mungkin karena masih menyusu pada ibu, walau kami tergolong keluarga miskin, tubuhku bisa gemuk dan perutku buncit. Sayangnya tidak bertambah tinggi, hehehe.
“Ah…” jerit ibuku.
“Kenapa, mak?”
“Pelan-pelan dong, Sun, neteknya. Jangan digigit pentil emak. Sakit.”
“Hehehe.. Iya, mak. Abis Basun lagi haus banget,”
“Tadi sore kan udah netek, masa masih haus, Sun?”
Aku sedang di ranjang dan menetek pada ibuku. Sudah jam 10 malam. Dan karena rumah kami memang tidak ada listrik, hanya ada penerangan dari lampu petromaks di kamar ini. Ibuku mengenakan daster batik tanpa lengan dan bagian atasnya sudah kupelorotkan ke bawah. Ibuku tidur menyamping menghadap ke arahku, membiarkan buah dadanya yang kanan kiri bergantin aku hisapi.
Aku tidur hanya pakai celana kolor saja, karena memang kamar ini agak sumpek dan pengap.Sambil menghisap tetek ibu yang sebelah kiri, aku iseng meremas-remas tetek ibu yang sebelah kanan sambil memainkan putingnya dengan jariku.
“Sun, tetek emak jangan digituin ah. Emak ngilu.”
“Hmmm.. Hmm…” Aku tidak menjawab karena mulutku masih sibuk melumat pentil susu ibu. Tapi aku tak menghentikan remasan tanganku.
Terdengar dengkur suara ibu, sepertinya dia sudah tertidur. Aku pun juga sudah kenyang menyusu. KUjauhkan mulutku dari buah dada ibu. Putingnya terlihat basah berlumuran air liurku. Mataku sebenarnya sudah mengantuk,tapi aku tidak bisa tidur.
Akhir-akhir ini entah rasanya batang zakarku selalu mengeras jika sedang netek pada ibu. Sebenarnya dari aku kecil dUlu, ini pernah terjadi. Tapi saat ini rasanya sudah berbeda. Akhirnya aku pergi ke kamar mandi di belakang, aku mau onani saja biar nafsuku ini hilang.
Saat mencari sabun di kamar mandi untuk pelicin saat onani nanti, aku tanpa sengaja menemukan celana dalam ibu di tumpukan baju yang belum dicuci. Saat kupegang, ada bagian yang agak lembab, lalu iseng saja aku cium baunya. Dan ternyata, ah… baunya sangat aneh, agak masam dan apek, tapi aku malah jadi sangat bernafsu ingin onani.
Karena sabunnya tidak ketemu, akhirnya aku beronani dengan membasahiku kontolku dengan air liurku. Aku duduk di lantai kamar mandi, mengocok kontolku dengan tangan kananku sambil menghirup aroma celana dalam ibuku yang kepegangi ke wajahku.
Rasanya begitu nikmat, apa mungkin ini yang namanya bau wanita. Rasanya ingin cepat-cepat kukeluarkan air maniku. KUpercepat kocokan di kontolku. Mataku terpejam menahan kenikmatan.
“Sun… Sun…”
Hah? Kudengar suara ibu memanggilku. Kubuka mataku dan benar saja, ibu sedang berdiri di depanku.
Sialnya aku sudah hampir orgasme dan tak tertahankan. Kontolku berkedut-kedut dan memuncratkan air mani yang begitu putih dan kental di hadapan ibu. Aku hanya bisa menatap kosong melihat cairan pejuku jatuh di dekat kaki ibu, ada juga yang mengenai kakinya.
Rasanya begitu malu dan menyesel, terlihat sedang telanjang bulat sambil onani di hadapan ibu sendiri. Sial benar, memang kamar mandi kami tidak ada tutupnya, hanya ada triplek yang menutupi pintu masuk.
“Udahan kan? Balik ke kamar sana. Emak mau pipis.”
Lalu aku berdiri dan mengambil celana kolorku tapi tak langsung kupakai, masih sambil tetap telanjang, aku berjalan keluar dari kamar mandi.
“Sun.. dibilas dulu itu peju kamu. Nanti lengket di celana.”
Duh, aku sangat malu. Akhirnya aku berbalik kembali ke kamar mandi dan mengambil segayung air lalu membilas kontolku. Setelah itu aku kembali ke kamar…
Pelan aku berjalan kembali ke ranjang. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Aku kepergok sedang onani dan mengeluarkan mani di depan ibuku sendiri. Ditambah lagi sambil menciumi celana dalamnya. Rasanya aku tak berani menatap wajah ibuku.
Lebih baik aku berpura-pura tidur saja. Kudengar suara langkah ibuku kembali dari kamar mandi. Aku pura-pura tidur sambil menghadapkan wajahku ke tembok. Ibu kembali berbaring di ranjang. Beberapa saat terasa sangat hening.
“Sun… Basun…” suara ibuku memanggil sambil menyentuh bahuku.
“Eh.. Iya, mak.” jawabku sambil membalikan badanku ke arah ibu.
“Kamu tadi abis coli ya?”
“Enggg.. Iya, mak. Maap, mak, Basun udah gak tahan.” Wajahku memanas. Rasanya begitu malu menjawab pertanyaan ibuku.
“Ga papa, Sun. Gak usah malu. Kamu kan emang udah gede. Wajar begituan.” jawab ibukku.
“I-iya, mak.”
“Tapi kok tadi emak liat kamu cium-ciumin kancut emak. Buat apaan, Sun? Udah sering begitu?”
“Eh… enggak, mak, itu… itu… iseng aja tadi. Baru pertama kok, mak.”
“Ih, kamu, Sun. Kan jorok itu. Bau.”
“Tapi baunya enak kok, mak. Basun seneng baunya.” aku keceplosan.
“Ih… kamu aneh, masa bau kancut emak dibilang enak. Ya udah ga papa. Kamu gak usah malu sama emak. Emak ngerti kok. Nah kalau kamu emang demen cium-ciumin kancut emak ya udah ga papa. Nanti emak pisahin di ember. Tapi inget, jangan sampe kena peju kamu, Sun. Ntar kotor.”
“I-iya, mak. Makasih ya, mak.” Perasaanku jadi sedikit lega. “Mak, Basun boleh netek lagi gak, mak? Haus nih.” sambungku.
“Kamu itu, Sun… gak ada puasnya netek sama emak. Ya udah nih,” jawab ibuku sambil menurunkan dasternya sampai ke perut.
Kupandangi puting susu ibuku yang panjang dan keliatannya tegang. Kujilat-jilat beberapa kali dan selanjutnya kusedot sampai mengeluarkan susu. Tanganku meremas payudara ibu yang satunya lagi. Ibuku sudah tidak keberatan. Kulihat ibu memejamkan mata, mungkin masih mengantuk. Akhirnya aku menyusu sampai tertidur.
Pagi hari saat bangun, ibu sudah tidak ada di sebelahku. Mungkin sudah mandi. Yang ada hanya sebuah celana dalam warna krem yang sudah agak tipis. Kuambil celana dalam tersebut dan kucium baunya. Ini sama seperti celana dalam ibu yang kucium semalam. Berarti ini punya ibu.
Lalu ibu masuk ke kamar hanya mengenakan handuk yang menutupi badannya. “Udah bangun, Sun?”
“Eh… iya, mak.” jawabku kaget karena aku masih memegang celana dalam ibuku.
“Itu kancut yang abis emak pakai semalem. Terserah kalau kamu mau cium-ciumin. Emak gak ke kebun ya, mau bantu-bantu Bu RT, lagi mau ada hajatan.”
“Iya, mak. Ma-Makasih, mak.”
“Ya udah, buruan mandi sana. Udah siang, ntar panas di kebun.”
Lalu aku segera bangkit ke kamar mandi. Kucium-ciumi celana dalam ibuku ini. Wanginya langsung membuat birahiku naik dan kontolku mengeras. Celana dalam ini baru saja menempel di kemaluan ibuku. Baunya masih sangat fresh.
Bahkan aku lihat agak sedikit basah di bagian depannya. Apa ibuku pipis sedikit di celana dalam ini? Ah, aku sudah tak tahan. Langsung saja kambil sabun, kubasahi dengan air lalu kukocok kontolku dengan cepat. Kucium terus celana dalam ibuku. Aku ingin menghirup semua baunya sampai habis.
Dan tanpa sadar aku sudah menjilati celana dalam tersebut sampai basah dengan air liurku. Kubayangkan kalau yang sedang kujilat ini adalah memek ibuku. Rasanya aku sudah hampir orgasme, lalu kupakai celana dalam itu untuk mengocok kontolku. Sampai akhirnya…
“Ahh… ahh…” Kukeluarkan semua airmaniku di celana dalam ibuku. Celana dalam itu sudah sangat basah oleh air liur dan maniku. Ah, ibu pasti marah karena semalam dia bilang jangan sampai kena air maniku. Tapi sudahlah, emak pasti mengerti. Kutaruh celana dalam tersebut ke ember cucian lalu aku lanjut mandi dan segera berangkat ke kebun.
Sudah semingguan ini ibuku selalu memberikan celana dalam yang dia habis pakai kepadaku tiap pagi dan sore. Ibuku biasanya meletakkan celana dalamnya yang baru dipakai di samping kasur. Pernah malah sekali saat di kamar, ibuku melepaskan celana dalamnya dan langsung memberikannya kepadaku.
Tapi aku tidak bisa melihat kemaluan ibuku karena dia memakai daster yang panjang saat itu. Dan karena itu aku jadi beronani hingga beberapa kali dalam sehari. Aku sangat terangsang dengan aroma yang tertinggal di celana dalam ibuku. Apalagi jika ada cairan-cairan yang tertinggal.
Awalnya ibukku sempat marah karena air maniku selalu membasahi celana dalamnya yang kupakai untuk mengocok kontolku. Tapi lama-lama ibuku sudah tidak masalah lagu.
Dan dua hari kemarin, ibuku pulang dari pasar dan membelikanku minyak bulus. Kata ibuku ukuran kontolku agak kecil, jadi aku disuruh untuk menggunakan minyak itu saat onani sambil diurut-urutkan ke batang zakarku. Mungkin ibuku melihat kontolku saat aku kepergok sedang onani dulu. Ukuran kontolku memang agak kecil, apalagi ditambah dengan perutku yang gendut. Duh, aku jadi malu. Tapi sekaligus bahagia karena ibu sangat memperhatikanku.
Malam ini seperti biasanya aku dan ibuku sudah di ranjang. Tapi aku sudah kembung karena tadi sore sepulang dari ladang aku sudah netek sampai hampir 1 jam, jadi kami hanya mengobrolkan hal-hal yang kami alami hari itu.
“Sun, Emak lihat kamu dalam sehari bisa 2 sampe 3 kali coli. Emang gak lemes badan kamu?”
“Eh, enggak, mak. Abis kalo ditahan-tahan malah jadi sakit, mak. Nyeri gitu burung Basun.”
“Ah, dasar kamu. Ya udah, besok emak beliin telur ayam kampung sama madu deh di pasar. Biar badan kamu tetep seger.”
“Iya, boleh, mak. Makasih, mak.”
“Oh iya, gimana minyak bulusnya, udah ada hasilnya?” tanya ibuku
“Eng… belum keliatan, mak. Cuma emang burung basun jadi lebih keras kalo lagi berdiri.”
“Kamu ngurutnya gak bener kali, Sun.”
“Basun biasanya sih urut-urut biasa aja, mak.”
“Ya udah sini, coba emak liat burung kamu. Sekalian emak contohin ngurutnya. Dulu burung bapak kamu juga kecil. Tapi emak urutin pake itu minyak jadi gede.”
“Ngg… nggak usah, mak.” aku sangat kaget. Ibuku mau lihat dan memijat kontolku?
“Kenapa emang, Sun? Kamu malu sama emak? Enggak usah malu, Sun. Emak kan ngurusin kamu dari kecil. Masa malu? Lagian emak juga udah pernah liat punya kamu kan.”
Aku melihat wajah ibuku. Matanya memandang ke arahku dengan tajam.
“Ya udah deh, mak.” kataku pada akhirnya.
Aku perlahan mulai menurunkan celana kolorku dalam keadaan berbaring. Sebenernya aku agak canggung karena sedari tadi Burungku sudah berdiri. Begitu diturunkan, kontolku langsung mengacung tegak keluar dari celana kolorku.
Memang tidak panjang, hanya sekitar 13 cm. Tapi kontolku cukup tebal diameternya dan kali ini ereksinya sangat kuat. Ada sedikit cairan bening yang sudah keluar di ujung kontolku. Aku lihat wajah ibuku. Dia sempat seperti menelan ludah dan memandang kontolku dengan serius.
“Udah nih, mak.” suaraku memecah kesunyian diantara kami.
“Eh, iya. Minyaknya mana, Sun?”
“Itu, mak, di atas meja.”
Emakku langsung mengambil minyak dan kembali ke ranjang. Aku mengambil posisi duduk agar lebih nyaman. Ibuku mengambil posisi duduk di sampingku.
“Kok ini burung kamu udah berdiri aja sih, Sun? Mikiran apa hayoo.” canda ibuku sambil menuangkan minyak bulus ke tangannya.
“Enggak tau nih, mak. Tiba-tiba aja bediri gini.”
“Ya udah, emak urutin ya.” ucap ibuku sambil menuangkan minyak itu ke kepala kontolku.
Kemudian… Ah, Ibuku tiba-tiba saja langsung menggenggam kontolku dengan kedua tangannya. Tangan kirinya kemudian meremas-remas ujung atas sampai kepala kontolku, sedangkan tangan kanannya meremas dasar kontolku. Pijatannya agak keras.
Kedua tangannya berganti-gantian turun naik di sepanjang batang zakarku. Saat memegang kepala kontolku, ujung jempol tangan ibuku memijat lubang kencingku dan mengurut bagian sensitif yang ada di bawahnya.
“Hemm… hemm… ahh…” hanya itu yang keluar dari mulutku sambil diiringi nafasku yang berat.
“Gimana, Sun, enak kan? Gini cara mijet yang bener biar burung kamu jadi tambah gede.”
“Iya, mak. Enak, mak.” Mataku sampai merem melek saking nikmatnya.
Ibuku terus mengulangi gerakan pijatannya. Lalu kemudian tangan kanan emak turun dan meremas buah zakarku. Seketika itu juga rasanya air maniku ingin segera keluar. Pijatan ibu di biji zakarku langsung membuatku orgasme.
“Mak… udah, maak.” ucapku dengan suara yang bergetar mencoba menahan agar maniku tidak keluar.
“Keluarin aja, Sun. Ga papa kalo gak tahan.” Sepertinya ibuku tahu kalau aku akan orgasme.
“Aaaah…” Badanku menggelinjang. Bergetar-getar kuat. Kontolku berkedut-kedut dan memuncratkan air maniku yang cukup banyak. Muncratan pertamaku malah sampai mengenai daster ibuku di bagian dada. Sisanya lumer membasahi kedua tangan ibuku.
Kontolku masih berkedut-kedut merasakan kenikmatan orgasme barusan. Dan tangan ibuku juga masih meremas dan memijat kontolku yang sudah mulai layu. Kali ini minyak bulus sudah bercampur dengan air maniku sehingga membuat tangan ibuku jadi terasa makin licin.
“Peju kamu banyak bener ini, Sun. Tuh sampe kena daster emak, berceceran juga ini di seprei kasur.” ucap ibuku sambil melepaskan pijatannya dari batang zakarku.
“Iya, mak. Abis pijetan emak enak bener.” jawabku malu-malu.
“Ya udah. Emak mau cuci tangan dulu. Itu biarin aja dulu burung kamu biar minyaknya meresep. Jangan pake celana dulu.” Lalu ibuku pergi ke kamar mandi.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Aku baru saja dibantu onani oleh ibuku sendiri. Rasanya aku masih bisa merasakan kehangatan pijatan kedua tangannya di batang zakarku. Kontolku sudah menciut. Dan campuran minyak dengan mani membuatnya sangat lengket. Tapi entah kenapa, rasanya gairahku belum tuntas.
Emak kemudian kembali dari kamar mandi. Tangannya sudah dicuci, tapi sepertinya dia lupa dengan cipratan maniku yang mengenai dasternya. Aku masih bisa melihat tetesan maniku di bagian daster dadanya. Emak kemudian berbaring di sampingku.
“Lelaki itu harus bisa muasin bininya nanti, Sun. Jadi kamu harus rutin ngurut burung kamu biar cepet gede.”
“I-iya, mak. Tapi, mak, kayaknya Basun gak bisa mijet sendiri kayak gitu. Emak mau kan mijitin Basun lagi nanti?”
“Ya udah, Sun. Tapi besok-besok kalo mau keluar kamu tahan dulu ya. Biar gak muncrat-muncrat kayak tadi. Nanti emak bawain kain lap buat nampung peju kamu.”
“Iya, mak. Oya, mak… Basun mau netek lagi, mak. Jadi haus abis ngeluarin tadi.”
“Ya udah sini.” Emak langsung menurunkan daster bagian lehernya dan menggelontorkan payudaranya yang sebelah kiri. “Isepnya yang pelan-pelan aja ya, Sun. Emak udah ngantuk, mau tidur.”
Aku langsung saja menyambut putingnya yang tegak dengan bibirku. Kujilat-jilat dan kumainkan dengan lidahku. Ibuku seperti berdehem dan memejamkan kedua matanya. Lalu kuhisap putingnya kuat-kuat sampai susunya muncrat membasahi kerongkonganku. Rasanya begitu nikmat. Gurih dan segar. Badanku yang lemas sehabis orgasme tadi jadi segar kembali. Bahkan kontolku jadi kembali ereksi.
Payudara kirinya terus kuhisapi sambil tanganku meremas payudaranya yang kanan yang masih berlapis daster. Sepertinya hisapanku terlalu kuat hingga ibuku jadi terbangun dari tidurnya.
“Eeeeh… pelan-pelan, Sun…”
Tapi aku tidak menghiraukannya. Aku sangat bergairah mencumbui payudara ibuku. Rasanya ingin kusedot hingga susu di payudara ibuku habis. Dan tanpa sengaja, kontolku yang sudah ereksi menyenggol tangan ibuku. Ibuku langsung refleks melihat ke arah kontolku yang tepat berada di telapak tangannya.
“Kok bangun lagi ini, Sun. Belum keluar semua emang?”
“Iya nih, mak.. Boleh lagi gak, mak? Basun kepengen keluar lagi.”
Tanpa menjawab apa-apa, ibuku langsung mengenggam batang zakarku dengan satu tangannya dan mulai mengocoknya naik-turun. Untung masih ada sisa-sisa minyak dan air mani tadi sehingga masih terasa licin. Emak menaik-turunkan genggaman tangannya sambil jempolnya memijat-mijat lembut ujung kontolku. Sesekali dengan gerakan memutar.
Aku yang semakin bernafsu makin buas menyantap payudara ibuku. Kutarik belahan dasternya hingga terdengar sedikit suara sobekan kain. Lalu ketarik keluar payudara kanannya. Kumainkan putingnya dengan telunjuk dan jempolku. Kuputar-putar sambil sesekali kucubit pelan. Lalu aku dorong putingnya ke arah dalam. Air susu ibuku mulai menetes dari putingnya yang kumainkan. Mulutku juga terus menyedot susu ibuku sambil sesekali menggigit putingnya.
Ibuku makin mempercepat kocokannya. Terdengar ibuku seperti merintih, mungkin karena payudaranya kumainkan. Tapi karena keasyikan bermain dengan payudaranya, aku jadi lengah dengan pertahanan maniku. Kantong zakarku sudah berkedut-kedut ingin mengeluarkan air mani lagi. Dengan refleks, kumajukan punggungku sampai ujung kontolku menekan paha ibuku lalu kumuncratkan semua air maniku.
“Crut… crut… cruut…” Kali ini air maniku tidak sebanyak yang tadi. Keluarnya juga tidak memuncrat karena kutekan ke paha ibuku.
Ibuku lalu melepaskan tangannya dari kontolku dan menyentuh pahanya yang terkena air maniku. Ia mengusap air maniku yang lengket di tangannya. “Ih, Basun… jorok ah kamu. Kan jadi kotor nih,” ucap ibuku.
“Maaf, mak. Basun refleks.” ucapku malu. Aku tidak berani menatap wajah ibuku.
“Ya udah, kan udah puas. Emak mau tidur ya. Kamu juga langsung tidur, nanti kesiangan.” Ibuku langsung membalikan badannya sehingga memunggungiku. Dia tidak membersihkan air maniku yang berceceran di pahanya. Mungkin dia sudah sangat mengantuk.
Aku pun terbaring lemas. Dua kali aku keluar di tangan ibuku. Ditambah kenyang sekali sambil menyusu tadi. Zakarku mulai menciut. Aku pun sudah mengantuk. Aku tertidur tanpa memakai apapun. Sejuk sekali rasanya kontolku. Kupejamkan kedua mataku. Rasanya ada perasaan sangat lega. Aku tak sabar menunggu esok hari. Menunggu pijatan ibuku di batang zakarku.
Atau…. mungkin lebih dari itu…
Sudah semingguan ini tiap malam batang zakarku selalu diurut minyak bulus oleh ibuku. Kami selalu melakukannya di atas kasur saat malam hari menjelang tidur. Sambil aku menyusu pada ibuku, tangan ibuku dengan telaten menguruti kontolku sampai aku orgasme.
Dalam semalam, aku bisa sampai 1-2 kali keluar saat diurut ibuku. Kadang air maniku keluar di tangan ibu atau terkadang sengaja aku tempelkan kontolku pada paha ibuku agar keluar disana. Karena itu rasanya ranjang tidur kami berbau masam karena air maniku yang sering berceceran di kasur.
Oya, sepertinya minyak bulus ini cukup berkhasiat, rasanya beberapa hari ini kontolku sudah sedikit bertambah panjang, sekitar 2 cm. Dan terasa bertambah keras saat ereksi. Dan juga bulu-bulu kemaluanku menjadi semakin lebat hingga mulai naik ke arah perut. Mungkin selain khasiat dari minyak bulus, ini juga hasil dari pijatan tangan ibuku yang penuh kasih sayang.
Malam ini seperti biasa aku dan ibuku sudah berbaring di ranjang. Ibu belum mengganti seprai kasur ini beberapa hari, sehingga bau spremaku sangat tercium jelas. Hal ini membuat nafsuku langsung naik dan ingin segera minta diuruti lagi oleh ibuku. Aku sudah telanjang dan emak hanya memakai daster pendek yang bagian dadanya sudah aku turunkan agar bisa menyusu.
“Mak, urutin burung Basun sambil Basun netek ya.” ucapku sambil memberikan minyak bulus ke ibuku.
“Ya udah sini, emak urutin.”
Aku langsung melahap payudara ibuku dan dia mulai mengusap-usap kontolku dengan minyak bulus. Mungkin karena hari ini aku terlalu lelah bekerja di ladang, baru sebentar saja hampir aku ejakulasi. Langsung kujauhkan pinggulku dari ibuku hingga tangannya lepas dari kontolku.
“Kenapa, Sun?” Ibuku sepertinya agak kaget.
“Enggak papa, mak. Gak tahu nih, baru bentar udah mau keluar tadi.” jawabku malu.
“Kamu kecapekan kali, Sun. Ya udah, netek dulu aja sini. Ntar klo udah segeran, emak urutin lagi.”
Aku langsung mendekati lagi ibuku dan mulai menyusu. Lama-kelamaan ternyata kontolku keras lagi. Dengan perlahan kumajukan pinggulku hingga ujung kontolku mengenai paha ibuku yang dilapisi daster. Dengan perlahan kugesek-gesek kontolku ke paha ibuku, kucoba menggeser bagian daster yang menutupi pahanya hingga kini kepala kontolku bisa langsung bergesekan dengan paha ibuku.
“Udah mau diurut lagi, Sun?” tanya ibuku.
“Gini aja dulu, mak.” jawabku sambi masih asyik menggesek-gesekkan kontolku.
Ibuku hanya diam saja.
“Mak, dasternya lepas aja ya. Takut entar kena peju Basun. Kesian emak nyuci mulu.”
“Ih, enggak ah, Sun. Masak emak telanjang di depan kamu.”
Aku langsung menghentikan gesekan kontolku. Dan mengambil posisi duduk.
“Kenapa, Emak malu? Basun tiap malem telanjang gak apa-apa. Emak sendiri yang bilang gak usah malu.” ucapku agak marah.
“Tapi, Sun…”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, aku langsung membuang muka dari ibuku.
“Ya udah kalo Basun mau emak buka daster.” ucap ibuku tiba-tiba.
Kulirik sedikit ibuku. Perlahan dia melepaskan dasternya melalui bagian atas lehernya. Sekarang ibuku hanya mengenakan celana dalam saja. Kupandangi seluruh tubuhnya. Walaupun sebenernya aku sudah sering melihat ibuku telanjang saat aku mengintipnya mandi, tapi ini rasanya berbeda. Ibuku hanya mengenakan celana dalam tepat di depan mataku.
Kulihat perut ibuku, sudah agak buncit dan bergelambir. Lalu kuturunkan pandanganku. Ibuku memakai celana dalam berwarna krem. Mungkin karen sudah terlalu lama dipakai dan sering dicuci, celana dalam itu jadi terlihat tipis. Aku bisa melihat samar-sama bulu kemaluan emak yang menutupi memeknya.
Ya, bulu kemaluan ibuku ternyata sangat lebat dan hitam. Mungkin ibuku tidak pernah mencukurnya. Bahkan dari bagian samping-samping pangkal pahanya, ada bulu-bulu yang menyempil keluar dari celana dalamnya.
Kubaringkan tubuhku perlahan lalu kujamahi lagi payudara ibuku sambil mulai menggesek-gesekkan kembail kontolku di pahanya. Tangan kananku kupelukkan ke perut ibuku. Sambil menghisap payudara ibuku kuat-kuat, kunaik-turunkan badanku. Paha ibuku sudah mulai agak licin karena pre-cum yang keluar dari kontolku. Kugesek-gesekan kontolku dengan kuat.
Kulihat ibuku hanya memejamkan kedua matanya. Aku rasa dia juga menikmatinya. Saat rasa-rasanya air maniku sudah mau keluar, kuhentikan gesekanku. Aku tidak mau orgasme dulu. Aku mau sesuatu yang lebih malam ini.
“Mak… Basun boleh cium memek emak gak?” ucapku sambil mengelus payudara ibuku.
Ibuku membuka matanya. “Ih, kok kamu aneh-aneh aja, Sun. Gak boleh ah. Jijik.”
“Tapi Basun pengen cium baunya, Mak. Basun kangen baunya.”
“Kan tadi sore emak udah kasih kancut emak ke kamu. Ciumin itu aja gih.”
“Ah bosen, mak. Basun mau langsung cium dari sumbernya,”
Ibuku terdiam sambil menatap dalam kepadaku. “Gini aja ya, Sun…” Emak kemudian kulihat memasukkan tangannya ke balik celana dalam melalui atas. Beberapa saat dia menggesek-gesekkan tangannya disana. Lalu dia keluarkan tangannya dan mengarahkannya ke wajahku.
“Cium ini aja ya, Sun. Emak abis masukin ke memek emak. Baunya nempel disini.” Ibuku menonjolkan jari tengah dan telunjuknya sehingga seperti membentuk posisi tangan “peace”. Kulihat kedua jarinya itu basah. Seperti ada lendir yang melapisinya.
Kudekatkan hidungku. Ahh… baunya sangat nikmat. Baunya sama seperti celana dalamnya yang sering kucium, tapi ini baunya lebih kuat menyengat, lebih fresh. Kupegang tangan emak itu lalu kutempelan sangat dekat ke hidungku. Kuhirup aromanya kuat-kuat.
Dan refleks, kujilati lalu kumasukan kedua jari ibuku itu ke mulutku. Kujilati semua lendir yang ada di jarinya lalu kuhisap kuat-kuat. Ibuku sempat hampir mau menarik tangannya, tapi genggaman tanganku lebih kuat sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah puas, kukeluarkan jari ibuku dari mulut.
“Ih, Basun… kok dijilat-jilat? Jijik banget, Sun.” ucap ibuku sambil melihat kedua jarinya yang kini berlumuran air liurku.
“Abis enak banget, mak, baunya. Lagi dong, mak. Gesekin di memek emak yang lamaan dikit biar lendirnya banyakan.”
“Ih, kamu itu, Sun. Dasar anak aneh.”
Ibuku kembali memasukkan jarinya ke balik celana dalam. Dia gesek-gesek agak lama lalu dia berikan lagi kepadaku. Kali ini memang sepertinya lebih banyak cairan yang menempel di jarinya. Lalu kulahap lagi seperti tadi. Lalu terpikir sesuatu olehku, aku ingin mencoba lebih jauh.
“Mak, pakai jari Basun aja ya?”
Ibuku hanya diam memandangiku. Lalu tiba-tiba dia memegang telunjuk tangan kananku dan mengarahkan ke celana dalamnya. Aku menurut saja sambil terdiam. Kemudian jariku dimasukkan ke celana dalamnya. Aku bisa merasakan bulu jembut ibuku yang agak kasar dan lebat itu.
“Pelan-pelan ya, Sun,” ucap ibuku tiba-tiba.
Lalu dia mengarahkan telunjukku mengenai sesuatu yang agak basah dan lembab. Kemudian ditekan perlahan hingga jariku serasa dijepit oleh kulit yang basah dan berlendir. Ah.. jariku sepertinya sudah masuk ke memek ibuku. Lalu jariku dibuat melakukan gerakan mendorong lebih ke dalam memeknya. Seluruh telunjukku sekarang sudah masuk. Rasanya begitu lembab dan berlendir. Jariku rasanya juga seperti dipijat-pijat oleh gerakan otot memeknya yang dibuat seperti mengempot-empot.
“Udah masuk tuh, Sun.”
Kulihat wajah ibuku. Nafasnya terengah-engah. Matanya agak menyipit. Wajahnya berkeringat. Kuelap keringat di dahi ibuku dengan tanganku yang satunya lagi.
“Biarin di dalem dulu ya, mak.” ucapku. Perlahan kumaju-mundurkan telunjukku di dalam liang memeknya. Kubengkokkan telunjukku hingga seperti posisi ingin mencongkel sesuatu.
“Ehmmm… Mmmmm…” Hanya itu yang keluar dari mulut ibuku.
Tanpa menanyainya lagi, perlahan kuselipkan juga jari tengahku ke memeknya. Memeknya sudah sangat basah sehingga jariku bisa masuk dengan sangat mudah. Kumaju-mundurkan sambil kucongkel-congkel memek ibuku. Ibuku sepertinya keenakan karena terus mengoyang-goyangkan kedua pangkal pahanya. Karena gerakannya itu, celana dalamnya sekarang sudah turun ke arah pahanya. Hingga kini aku bisa melihat memek ibuku dengan sangat jelas.
Kuambil posisi berlutut di depan memek ibuku. Sambil tetap menusuk-nusuknya dengan jari, kuperhatikan memeknya. Kusibakkan bulu jembutnya yang lebat hingga kini aku bisa melihat bibir memek ibuku. Memek itu sudah agak bergelambir dan bibir memeknya juga sudah menyembul keluar. Warnanya agak coklat kehitaman. Wajarlah, ibuku sudah tiga kali melahirkan dan umurnya juga sudah kepala empat. Mungkin memek ibuku juga dulu sudah sangat sering dihajar oleh bapakku.
Kulihat ibuku terus menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya seperti sedang menahan kenikmatan. Kini tangan ibuku memelintir kedua puting susunya sendiri. Kupercepat gerakan jariku di liang memeknya. Kontolku juga sudah sangat keras. Sekalian onani aja ah, pikirku.
Tanganku yang satunya lagi akhirnya mengocok-ngocok sendiri kontolku. Ibuku hanya pasrah saja melihatnya. Kedua tangan terus-menerus mengocok, yang satu di memek ibuku dan yang satu lagi di batang kontolku.
“Sun.. Sun.. udah, Sun.. Emak udah gak kuat..” tiba-tiba ibuku meracau. Tangannya berusaha menghentikan gerakanku di memeknya, tapi tenaganya kurang kuat.
Kumaju-mundurkan jariku lebih cepat. Tiba-tiba jariku rasanya dijepit sangat kuat oleh memek ibuku, lalu terasa seperti disiram cairan dari dalam memeknya. Tubuh ibuku mengejang-ngejang dan matanya terpejam. Sepertinya ibuku sudah orgasme.
Beberapa saat kubiarkan jariku tetap disana sambil merasakan sisa-sisa kedutan dari memek ibuku. Tubuh ibuku sudah tenang dan sepertinya terkulai lemas. Kukeluarkan jariku dari memeknya. Banyak sekali cairan yang ikut di jariku. Cairannya sangat lengket, kental dan berlendir, tapi warnanya agak bening.
Kuoleskan cairan ibuku itu ke kontolku sambil tetap mengocok-ngocoknya. Kumasukkan lagi jariku ke memek ibu hanya untuk mengambil cairannya kembali lalu kugosokkan lagi ke kontolku. Ibuku hanya bisa melihatnya pasrah.
Setelah beberapa kali, kini batang zakarku sudah basah oleh cairan mani ibuku sendiri. Kukocok-kocok kontolku dengan kuat dengan menggunakan tangan kananku, sambil tangannku yang kiri memijat biji zakarku. Karena cairan ibuku, kontolku rasanya jadi sangat licin dan enak mengocoknya.
Saat hampir orgasme, kuremas kantong zakarku kuat-kuat lalu kutekan kepala kontolku. Aaah… cairan maniku muncrat sangat kuat. Sangat banyak dan sangat kental. Muncratan pertama agak jauh dan mengenai payudara kanan ibuku. Selanjutnya muncrat banyak di perut ibuku, lalu sisanya menetes di memek ibuku.
Memek ibuku jadi sangat berantakan. Bulu-bulu jembutnya jadi sangat basah oleh cairannya sendiri dan tetesan-tetesan air maniku. Ibuku lalu mengusap-usap spermaku yang jatuh di dada dan perutnya, seperti ingin meratakannya untuk melapisi seluruh kulit tubuhnya.
Nafasku masih terengah-engah karena orgasme tadi. Orgasme yang sangat kuat tapi batang zakarku masih lumayan tegak.
“Mak, Basun boleh…”
“Jangan, Sun. Gak boleh begituan sama emak sendiri.” potong emakku. Kemudian dia merapatkan pangkal pahanya dan menutupi memeknya dengan telapak tangannya. “Udah ya, Sun… Jangan lebih dari ini.” Ibuku memohon.
Sebenernya nafsu sudah sangat di ujung. Aku ingin sekali menyetubuhi ibuku malam ini. Aku ingin merasakan kontolku dijepit dan diempot-empot oleh memek ibuku. Tapi aku juga tidak tega melihat ibuku. Kulihat di ujung matanya ada airmata yang jatuh. Wajahnya terlihat sedih dan lemas.
“I-iya, mak… Maaf, Basun khilaf.” Lalu aku bergeser ke samping ibuku.
“Gak apa-apa, Sun. Emak juga khilaf tadi.” jawab ibuku sambil mengenakan kembali dasternya lalu kembali berbaring di sampingku.
“Mak gak marah kan?”
“Enggak, Sun… tapi emak mohon kamu jangan berpikiran macem-macem ya ke emak. Kita udah dosa melakukan beginian. Jangan sampe kebablasan kamu mau begituan sama emak.”
“Iya, mak… Basun gak bakal mikir gitu lagi. Tapi kalo kayak tadi lagi boleh gak, mak?”
Ibuku terdiam.
“Basun mau bikin enak emak pake tangan Basun. Masa Basun mulu yang dibikin enak sama emak. Basun tau emak udah lama gak ketemu bapak. Emak tadi enak kan Basun kocokin memeknya?”
“Ih, kamu ini… sok tahu, masih kecil.”
“Basun udah umur 24, mak. Basun udah ngerti kok,”
“Ya udah… kalo Basun mau gitu lagi boleh deh. Tapi pake tangan aja ya. Emak enak juga kok Basun gituin tadi.”
“Nah, bener kan, mak. Jadi emak bisa bikin puas Basun, Basuk juga bisa bikin puas emak.”
“Ah, kamu ini.. Ya udah, sini burung kamu, mau diurutin gak?”Cerita Seks Terpanas Dokter Seksi Menggoda Syahwat
“Mau dong, mak… mumpung masih ngaceng nih, mak, hehehe.” jawabku cengengesan.
“Sun, Sun… dasar anak nakal.”
Akhirnya malam itu batang zakarku diurut emak lagi dan ejakulasi untuk yang kedua kalinya. Setelah itu kami berdua langsung tertidur lelap. Mungkin kecapekan karena saling memuaskan dengan tangan tadi.
Kini hubunganku dengan ibuku sudah semakin jauh. Yah, meski ibuku menolak untuk aku setubuhi tadi, tapi aku rasa aku bisa membawa keintiman tubuh kami ke tahap yang lebih tinggi. Tubuh ibu dan anaknya sendiri yang kini setiap malam tidur seranjang telanjang dan saling memuaskan kemaluan masing-masing dengan tangan.
Naluriku masih buas. Nafsuku belum tuntas hanya dengan ini… Aku ingin lebih dari ini, mak… - Koleksi cerita sex, cerita dewasa terbaru, cerita ngentot, cerita mesum, cerita panas, cerita horny, cerita hot 2016
from Kumpulan Cerita Sex Dewasa, Tante Bispak Ngentot, ABG Ngeseks